Jumat, 29 Mei 2009

MEKANISME INFEKSI

Handout PATOLOGI

MEKANISME INFEKSI
Yosephina Gunawan, SKep.Ns.


Infeksi adalah
1. Masuknya kuman penyakit kedalam tubuh hingga menimbulkan gejala – gejala penyakit
2. invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh, terutama yang menyebabkancedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intraseluler, atau respon antigen – antibodi.

Pembagian Infeksi :
PRIMER : Apabila terjadi secara langsung sebagai akibat dari proses yang ditimbulkan mikroorganisme sendiri
SEKUNDER : Terjadi oleh sesuatu sebab, misalnya : kelemahan tubuh, kelaparan, kelelahan, luka dan sebagainya

Macam Infeksi lainnya
REINFEKSI :Penyakit yang mula-mula sudah sembuh tapi kemudian muncul lagi. Disebut juga “Residif”.
SUPER INFEKSI : Proses penyakit belum sembuh akan tetapi sudah disusul oleh infeksi yang lain. Disebut juga “infeksi Ganda”.
INFEKSIOUS : Penyakit infeksi yang mudah menular dari seorang kepada orang lain. Disebut juga “Infeksiosa”.
EPIDEMI : Penyakit infeksi yang bersifat menular, kadang – kadang dapat menyerang orang bayak dalam waktu singkat
PANDEMI : Merupakan Epidemi yang menyebar ke Negara lain
ENDEMI : Suatu penyakit yang terus – menerus secara menetap terdapat dalam daerah tertentu

Stadium – stadium Infeksi:
Tahap Rentan
Tahap Inkubasi
Tahap Sakit / klinis
Tahap Penyembuhan / Akhir Penyakit

TAHAP RENTAN
Pada tahap ini individu masih dalam kondisi relatif sehat, namun peka atau labil, disertai faktor predisposisi yang mempermudah terkena penyakit, seperti umur, keadaan fisik, perilaku/kebiasaan hidup, sosial ekonomi, dll. faktor – fator predisposisi tersebut mempercepat masuknya agen penyebab penyakit (mikroba patogen) untuk berinteraksi dengan pejamu.

TAHAP INKUBASI
Inkubasi disebut juga masa tunas, masa dari mulai masuknya kuman kedalam tubuh (waktu kena tular) sampai pada waktu penyakit timbul. Setiap penyakit berlainan masa ikubasinya. Penularan penyakit dapat terjadi selama masa inkubasi

Masa inkubasi beberapa penyakit
1. Botulisme 12 – 36 jam
2. Kolera 3 – 6 hari
3. Konjungtivitis 1 – 3 hari
4. Difteri 2 – 5 hari
5. Disentri amoeba 2 – 4 minggu
6. Disentri basiler 1 – 7 hari
7. Demam berdarah dengue 4 – 5 hari
8. Gonnorhea 2 – 5 hari
9. Hepatitis infekstiosa 2 – 6 minggu
10. Herpes zoster 1 – 2 minggu
11. Influenza 1 – 3 hari
12. Keracunan makanan tersangka salmonela 6 – 12 jam
13. Limfogranuloma venereum 2 – 5 minggu
14. Morbili / campak 10 – 14 hari
15. Morbus hansen / lepra 3 – 5 tahun
16. Parotitis epidemika 12 – 25 hari
17. Poliomielitis 7 – 12 hari
18. Pertusis / batuk rejan 7 – 20 hari
19. Sifilis 10 – 90 hari
20. Tetanus 7 hari
21. Tuberkulosis 4 – 12 minggu
22. Tifus abdominalis 1 – 2 minggu
23. Varicella 2 – 3 minggu
24. Variola 7 – 15 hari

Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh:
1. Jenis mikroorganisme
Tiap penyakit mempunyai masa inkubasi yang tertentu, tergantung pada agen penyebab penyakit. Kadang-kadang waktu inkubasi ini konstan, sedangkan pada beberapa penyakit lain waktu inkubasinya tidak tentu. Pada beberapa penyakit kelamin, masa inkubasi umumnya konstan, misalnya : Gonorrhoe (3 – 8 hari), Lues (3 – 4 minggu) dan ulkus molle (1 – 2 hari).
Pada umumnya penyakit infeksi yang berjalan akut masa inkubasinya tidak tentu. Faktor lain yang mempengaruhi konstan atau tidaknya masa inkubasi adalah tidak diketahuinya masa penularan. Pada penyakit menahun seperti penyakit TBC dan lepra. Biasanya waktu inkubasi tidak jelas, karena kita tidak mengetahui kapan kontaminasi terjadi.

2. Virulensi atau ganasnya mikroorganisme dan Jumlah mikroorganisme
Kedua faktor ini berhubungan satu sama lain. Virulensi adalah kekuatan suatu mikroorganisme atau ganasnya mikroorganisme. Makin banyak mikroorganisme yang menyerang tubuh maka mikroorganisme itu lebih virulen. Jumlah mikroorganisme yang masuk tergantung dari cara penularan. Virulensi suatu mikroorganisme dapat dilihat dari hebat atau tidaknya penyakit yang ditimbulkannya. Secara umum dapat dikatakan bahawa makin hebat gejala penyakit maka makin virulen mikroorganisme yang menyebabkannya, akan tetapi hal ini tidak selalu benar karena bagaimanapun daya tahan tubuh seseorang dapat pula mempengaruhinya.

3. Kecepatan berkembang biaknya mikroorganisme dan Kecepatan pembentukan toksin dari mikroorganisme. Hal ini berhubungan dengan virulensi. Mikroorganisme yang virulen akan lebih cepat berkembangbiak dan membentuk toksin, bila suasana memungkinkan.

4. Porte de’entre (pintu masuk dari mikroorganisme)
Hal ini dapat merubah waktu inkubasi. Misalnya penyakit Pes, yang sebenarnya adalah penyakit pada tikus. Manusia akan ketularan penyakit pes apabila digigit oleh pinjal tikus yang menderita pes. Pintu masuk kuman dapat dengan perantaraan getah bening, maka dengan demikian terjadi pes bubo, akan tetapi pintu masuk dapat langsung kedalam pembuluh darah, maka dengan demikian jalan penyakit pun akan berubah. Setelah masuk aliran darah maka terjadi pes sepsis. Demikian pula bila pintu masuk melalui paru – paru bagi penderita pes paru – paru, dapat secara langsung menyebabkan penularan pes paru – paru.

5. Endogen (daya tahan host atau tuan rumah)
Secara fisiologis, tubuh manusia mempunyai suatu sistem kekebalan tubuh sebagai bentuk pertahanan terhadap masuknya mikroorganisme penyebab penyakit. Sistem ini disebut juga sistem imun yang melibatkan sel – sel darah putih dan jaringan lainnya. Kekuatan sistem imun salah satunya dipengaruhi oleh asupan nutrien yang adekuat, misalnya makanan tinggi protein, vitamin C, dll.

TAHAP SAKIT
Penderita dalam keadaan sakit. Merupakan tahap tergangunya fungsi organ yang dapat memunculkan tanda dan gejala (signs and symptoms) penyakit. Dalam perjalanannya penyakit akan berjalan bertahap. Pada tahap awal, tanda dan gejala penyakit masih ringan. Penderita masih mampu melakukan aktivitas harian dan masih dapat diatasi dnegan berobat jalan. Pada tahap lanjut, penyakit tidak dapat diatasi dengan berobat jalan, karena penyakit bertambah parah, baik secara obyektif maupun subyektif. Pada tahap ini penderita tidak mampu lagi melakukan aktivitas sehari-hari dan jika berobat umumnya membutuhkan perawatan. Penularan mikroorganisme melalui hidung, mulut, telinga, mata, urin, feses, sekret dari ulkus, luka, kulit, organ-organ dalam
Tahap sakit atau klinis ini dapat berlangsung secara:
ü Akut : berlangsung untuk beberapa hari atau minggu
ü Kronik : berlangsung untuk beberapa bulan atau tahun

TAHAP PENYEMBUHAN
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir pula. Perjalanan penyakit tersebut dapat berakhir dengan 5 alternatif:
1. Sembuh sempurna
Penderita sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi sel/jaringan/organ tubuh kembali seperti sediakala.
2. Sembuh dengan cacat
Penderita sembuh dari sakitnya namun disertai adanya kecacatan. Cacat dapat berbentuk cacat fisik, cacat mental, maupun cacat sosial.
3. Pembawa (carier)
Perjalanan penyakit seolah-olah berhenti, ditandai dnegan menghilangnya tanda dan gejala penyakit. Pada kondisi ini agen penyebab masih ada dan masih potensial sebagai sumber penularan.
Carier / karier : orang yang mengeluarkan mikroorganisme sesudah sembuh
ü Karier konvalen à mengeluarkan mikroorganisme hanya pada masa penyembuhan
ü Karier temporer à mengeluarkan mikroorganisme tidak lebih dari satu tahun
ü Karier kronik à mengeluarkan mikroorganisme lebih dari satu tahun (terjadi pada demam tifoid)
ü Ekskretor asimptomatik (karier kontak), adalah orang-orang yang mendapat infeksi dengan mikroorganisme tanpa menampakkan perkembangan penyakit. Terjadi pada poliomielitis, infeksi staphylococcus aureus, sakit tenggorokan karena infeksi streptokokus, difteri, disentro, meningitis yang disebabkan meningokokus

4. Kronis
Perjalanan penyakit bergerak lambat, dengan tanda dan gejala yang tetap atau tidak berubah.
5. Meninggal dunia
Akhir perjalanan penyakit dengan adanya kegagagalan fungsi-fungsi ogan.

FAKTOR HOSPES PADA INFEKSI
Syarat timbulnya infeksi adalah bahwa mikroorganisme yang menular harus mampu Melekat, Menduduki atau memasuki hospes dan Berkembang biak paling tidak sampai taraf tertentu.
Karena itu tidaklah mengeherankan bila dalam perjalanan evolusi, spesies hewan termasuk manusia sudah mengembangkan mekanisme pertahanan tertentu pada berbagai tempat yang berhubungan dengan lingkungan :
1. Kulit dan mukosa orofaring
Batas utama antara lingkungan dan tubuh manusia adalah kulit. Kulit yang utuh memiliki lapisan keratin atau lapisan tanduk pada permukaan luar dan epitel berlapis gepeng sebagai barier meanis yang baik sekali terhadap infeksi. Namun jika terjadi luka iris, abrasi atau maserasi (seperti pada lipatan tubuh yang selalu basah) dapat memungkinkan agen menular masuk.
Kulit juga mempunyai kemampuan untuk melakukan dekontaminasi terhadap dirinya sendiri. Pada dekontaminasi fisik, organisme yang melekat pada lapisan luar kulit (dengan anggapan bahwa mereka tidak mati kalau menjadi kering) akan dilepaskan pada waktu lapisan kulit mengelupas. Dekontaminasi kimiawi terjadi karena tubuh berkeringat dan sekresi kelenjar sebasea sehingga membersihkan kulit dari kuman. Flora normal yang terdapat pada kulit menimbulkan dekontaminasi biologis dengan menghalangi pembiakan organisme – organisme lain yang melekat pada kulit.

2. Saluran pencernaan
ü Mukosa lambung merupakan kelenjar dan tidak merupakan barier mekanis yang baik. Sering terjadi defek – defek kecil atau erosi pada lapisan lambung, tetapi tidak banyak berarti pada proses infkesi sebab suasana lambung sendiri sangat tidak sesuai untuk banyak mikroorganisme. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh keasaman lambung yang tinggi, disamping lambung cenderung memindahkan isinya ke usus halus dengan proses yang relatif cepat.
ü Lapisan usus halus juga bukan merupakan barier mekanis yang baik dan secara mudah dapat ditembus oleh banyak bakteri. Namun gerakan peristaltik untuk mendorong isi usus berlangsung cepat sekali sehingga populasi bakteri dalam lumen dipertahankan tetap sedikit.
ü Lapisan dalam usus besar secara mekanis juga tidak baik. Pada tempat ini pendorongan tidak cepat dan terdapat stagnasi relatf dari isi usus. Pertahanan utma melawan jasad renik adalah melalui banyaknya flora normal yang menghuni usus besar dan hidup berdampingan dnegan hospes. Bakteri normal yang banyak ini berkompetisi untuk mendapatkan makanan atau mereka benar-benar mengeluarkan substansi antibakteri (antibiotik).

3. Saluran pernafasan
Epitel pada saluran nafas misalnya pada lapisan hidung, lapisan nasofaring, trakea dan bronkus, terdiri dari sel – sel tinggi yang beberapa diantaranya mengeluarkan mukus, tetapi sebagian besar diperlengkapi dengan silia pada permukaan lumen mereka. Tonjolan-tonjolan kecil ini bergetar seperti cambuk dengan gerakan yang diarahkan kemulut, hidung dan keluar tubuh. Jika jasad renik terhirup, mereka cenderung menegnai selimut mukosa yang dihasilkan dari mukus, untuk digerakkan keluar dan atau dibatukkan atau ditelan.
Kerja perlindungan ini dipertinggi dengan adanya antibodi didalam sekresi. Jika beberapa agen menghindar dari pertahanan ini dan mencapai ruang – ruang udara didalam paru-paru, maka disana selalu terdapat makrofag alveoler yang merupakan barisan pertahanan lain.

Sawar pertahanan lain
Radang
Jika agen menular berhasil menembus salah satu barier tubuh dan memasuki jaringan, maka barisan pertahanan berikutnya adalah reaksi peradangan akut yaitu aspek humoral (antibodi) dan aspek seluler pertahanan tubuh bersatu.

Pembuluh limfe
Aliran limfe pada radang akut dipercepat sehingga agen-agen menular ikut menyebar dengan cepat sepanjang pembuluh limfe bersama dengan aliran limfe itu. Kadang-kadang menyebabkan limfangitis, tetapi lebih sering agen-agen tersebut langsung terbawa ke kelenjar limfe, dimana mereka dengan cepat difagositosis oleh makrofag. Pada keadaan ini maka cairan limfe yang mengalir ke pusat melewati kelenjar limfe dapat terbebas dari agen-agen tersebut.

Pertahanan terakhir (vena primer)
Jika penyebaran agen menular tidak terhenti pada kelenjar limfe atau jika agen tersebut langsung memasuki vena ditempat primernya, maka dapat terjadi infeksi pada aliran darah.
Ledakan bakteri didalam aliran darah sebenarnya tidak jarang terjadi, dan peristiwa yang dinamakan bakteremia ini biasanya ditangani secara cepat dan efektif oleh makrofag dari sistem monosit – makrofag.
Septikemia atau keracunan darah terjadi jika kondisi bakteremia berlanjut yang mengakibatkan organisme yang masuk berjumlah sangat besar dan cukup resisten sehingga sistem makrofag ditaklukkan. Organisme yang menetap ini menimulkan gejala malaise, kelemahan, demam, dll.
Pada kondisi yang parah yang disebut septikopiemia atau disingkat piemia, dimana organisme mencapai jumlah yangs edemikan besarnya sehingga mereka bersirkulasi dalam gumpalan-gumpalan dan mengambil tempat pada banyak organ dan menimbulkan banyak sekali mikroabses.

FAKTOR JASAD RENIK PADA INFEKSI
1. Daya Transmisi
Sifat penting dan nyata pada saat terbentuknya adalah transpor agen menular hidup kedalam tubuh.
Cara Penularan Penyakit Infeksi :
a) Secara Langsung (Direct) dari satu orang ke orang lain, misalnya melalui batuk, bersin dan berciuman.
Contoh :
ü Penyakit yang ditularkan melalui saluran nafas : common cold, tuberkulosis, batuk rejan, batuk rejan, pes pneumoni, meningitis, meningokokus, sakit tenggorokan karena infeksi srtreptokokus, tonsilitis, influenza, difteri, campak, rubella (campak jerman).
Penyakit – penyakit ini ditularkan melalui ciuman, penggunaan alat makan yang terinfeksi, dan droplet yang terinfeksi.
ü Penyakit Kelamin dapat ditularkan langsung melalui hubungan seksual dengan penderita dan juga dapat melalui plasenta (infeksi transplasenta) yang ditularkan dari ibu yang menderita kepada bayi yang dilahirkan.

b) Secara Tidak Langsung (Indirect) penularan mikroba patogen memerlukan adanya “media perantara”, baik berupa barang/bahan, air, udara, makanan/minuman maupun vektor. Organisme dikeluarkan dari penderita kemudian diendapkan pada berbagai permukaan lalu di lepaskan kembali dalam udara. Dengan cara serupa organisme dapat sampai kedalam tanah, air, makanan atau rantai pemindahan tidak langsung lainnya. Di rumah sakit, infeksi juga dapat disebarkan melalui eksudat-eksudat dan ekskreta. Transfusi darah dapat juga menjadi sarana penyebaran infeksi (misal. Penyakit hepatitis virus).Jenis pemindahan tidak langsung yang lebih kompleks melibatkan vektor-vektor seperti serangga, misalnya nyamuk (penyakit malaria), lalat (penyakit disentri), cacing (penyakit filariasis), dll.

Pathway Tuberculosis :
M.tuberkulosis terhirup dari udara. --> M.bovis masuk ke paru-paru --> Menempel pada bronkiali atau alveolus. --> Memperbanyak setiap 18-24 jam --> Proliferasi sel epitel disekeliling basil dan membentuk dinding antara basil dan organ yang terinfeksi (tuberkel) --> Basil menyebar melalui kelenjar getah bening menuju kelenjar regional dan menimbulkan reaksi eksudasi --> Lesi primer menyebabkan kerusakan jaringan--> Meluas ke seluruh paru-paru (bronki atau pleura) --> Erosi pembuluh darah --> Basil menyebar ke daerah yang dekat dan jauh (TB milier) --> Tulang, Ginjal, Otak

2. Daya Invasi
Sekali dipindahkan kedalam hospes baru, jasad renik harus mampu bertahan pada atau didalam hospes tersebut untuk dapat menimbulkan infeksi.
Misalnya:
ü Kolera, disebabkan oleh organisme yang tidak pernah memasuki jaringan, tetapi hanya menduduki epitel usus, melekat dengan kuat pada permukaan sehingga tidak terhanyut oleh gerakan usus.
ü Disentri basiler, hanya memasuki lapisan superfisial usus tetapi tidak pernah masuk lebih jauh kedalam tubuh.
ü Dan beberapa penyakit lain seperti : salmonella thypi yang menyebabkan demam tifoid, spiroketa sifilis yang menyebabkan sifilis, mikrobacterium tetani yang menyebabkan tetanus, dll.

3. Kemampuan untuk menimbulkan penyakit.
Beberapa agen menular mengeluarkan eksotoksin yang dapat larut yang kemudian bersirkulasi dan menimbulkan perubahan – perubahan fisiologis yang nyata yang bekerja pada sel – sel tertentu. Contohnya pada penyakit tetanus dan penyakit difteri.
Banyak mikroorganisme lain seperti bakteri gram negatif mengandung endotoksin kompleks yang dilepaskan waktu mikroorganisme mengalami lisis. Pelepasan endotoksin ada hubungannya dengan timbulnya demam dan dalam keadaan – keadaan yang lebih ekstrim, seperti septikemia gram negatif, dengan timbulnya sindrom syok.
Beberapa organisme menimbulkan cedera pada hospes, sebagian besar dengan cara imunologis dengan membantu pembentukan kompleks antigen – antibodi, yang selanjutnya dapat menimbulkan kelainan, misalnya pada kompleks imun glomerulonefritis.
Virus sebagai parasit obligat intraseluler adalah potongan sederhana bahan genetik (DNA, RNA) yang mempunyai alat untuk menyusupkan dirinya kedalam sel hospes. Sel akan mengalami cedera bila ada informasi genetik baru yang diwujudkan pada fungsi sel yang diubah. Satu wujud informasi genetik tambahan semacam itu adalah replikasi virus yang menular, yang dapat disertai oleh lisis dari sel-sel yang terkena. Sel dapat berubah tanpa menjadi nekrosis dan dapat dirangsang untuk berproliferasi, misalnya pada kasus tumor yang diinduksi oleh virus. Virus jga dapat mencederai hospes dengan menimbulkan berbagai reaksi imunologi dimana bagian tertentu dari virus bertindak sebagai antigen.

CARA INTERAKSI HOSPES DAN JASAD RENIK
Secara biologi, sebenarnya setiap agen yang hidup bukan untuk menimbulkan penyakit, melainkan untuk menghasilkan agen yang jenisnya sama.
Jika hubungan antara hospes dan agen menular tidak saling menyerang, maka jenis interaksi ini disebut komensialisme.
Jika interaksi memberikan beberapa keuntunganbagi kedua belah pihak, maka interaksi ini disebut mutualisme.
Komensialisme dan mutualisme merupakan hasil yang paling sering terjadi akibat interaksi infeksi dialam dan timbulnya penyakit menular dalam arti evolusi (dan ternyata banyak sekali) merupakan penyimpangan dari keadaan ini.
Interaksi yang kompleks dari hospes dan faktor-faktor lingkungan menentukan timbulnya infeksi. Virulensi atau patogenisitas mikroorganisme tertentu berkaitan dengan status hospes.

INFEKSI OPORTUNISTIK
Konsep infeksi oportunistik mencerminkan adanya banyak mikroorganisme yang tidak kita pikirkan akan berbuat banyak terhadap individu sehat, tetapi dengan adanya lingkungan yang salah, akan berubah dan menimbulkan penyakit menular.
Organisme – organisme semacam itu disebut Oportunistik, sebab mereka kelihatannya mengambil keuntungan pada keadaan tertentu dari hospes.
Agen menular endogen adalah organisme oprtunistik yang secara tetap bertempat tinggal dalam hospes.
Infeksi oportunistik timbul jika beberapa faktor atau sekelompok faktor membahayakan mekanisme pertahanan instrinsik hospes atau dengan cara mengubah ekologi jasad renik penghuni normal.
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan infeksi oportunistik:
1. Penderita gangguan gizi buruk
2. Penderita gangguan imunologis
3. Penderita yang mendapatkan terapi antimikroba
4. Penderita yang mendapatkan terapi kortikosteroid adrenal

INFEKSI NOSOKOMIAL
Nosokomial berasal dari bahsa Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat ntuk merawat/rumah sakit. Jadi infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh atau terjadi di rumah sakit.
Infeksi nosokomial saat ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian(mortality) di rumah sakit. Angka nosokomial menjadi salah satu tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit. Ijin operasional sebuah rumah sakit bisa dicabut karena tingginya angka kejadian infeksi nosokomial. Bahkan pihak asuransi tidak mau membayar biaya yang ditimbulkan akibat infeksi nosokomial.
Beberapa hal yang memberikan konstribusi terjadinya infeksi nosokomial, adalah:
1. Penderita lain yang juga sedang dalam proses keperawatan
2. Petugas pelaksana (dokter, perawat, dll.)
3. Peralatan medis yang digunakan
4. Tempat (ruangan/bangsal/kamar) dimana penderita dirawat
5. Tempat/kamar dimana penderita menjalani tindakan medis akut (ruang operasi, kamar bersalin, dll)
6. Makanan atau minuman yang disajikan
7. Lingkungan rumah sakit secara umum.
Obyek pengendalian infkesi nosokomial adalah masuknya mikroba patogen yang dapat berasal dari unsur-unsur tersebut diatas.

FLORA JASAD RENIK NORMAL
Flora normal atau flora jasad renik asli yang mendiami tubuh, misalnya :
Pada kulit, diperkirakan kepadatannya >10.000 organisme/cm2 kulit, merupakan organismeyang hidup jauh didalam berbagai struktur epitel kulit, yang dikeluarkan dalam jumlah yang lebih besar jika kulit digosok.
Didalam mulut, terdapat 100 juta organisme/mm saliva; kerokan yang diambil dari permukaan gigi ata gusi dapat mengandung berjuta-juta organisme/mg bahan kerokan.
Pada usus, perbandingan bahan anaerobik melebihi bakteri aerobik, sebesar 1000 : 1

Daftar Pustaka:
Adam, Syamsunir., 1995, DASAR – DASAR PATOLOGI – seri keperawatan, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
Darmadi, 2008, Infeksi Nosokomial : problematika dan pengendaliannya, Penerbit Salemba Medika, Jakarta
Dorland, 2001, KAMUS KEDOKTERAN, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
Gibson, J.M., 1996, MIKROBIOLOGI DAN PATOLOGI MODERN – untuk perawat , EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
Robbins, Stanley L.; Kumar, Vinay., 1995, BUKU AJAR PATOLOGI I, edisi 4, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

-Selamat Belajar-

“when u’re born, u were crying and everyone arround u was smiling.
Live ur lifes so that when u die, u’re the one who is smiling
and everyone arround u is crying”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar